Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan
candi
peninggalan budaya
Hindu yang terletak di
Desa Candi,
Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang,
Jawa
Tengah,
Indonesia tepatnya di lereng
Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan
buah candi.
Candi ini diketemukan oleh
Raffles pada tahun
1804 dan
merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman
Wangsa Syailendra abad
ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks
Candi Dieng
di
Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian
sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup
dingin (berkisar antara 19-27 °C)
Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki
pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi juga terdapat hutan pinus
yang tertata rapi serta
mata air yang mengandung
belerang.
Jarak tempuh
Untuk menempuhnya, diperlukan perjalanan sekitar 40 menit dari Kota
Ambarawa dengan jalanan yang naik, dan kemiringannya sangat tajam
(rata-rata mencapai 40 derajat). Lokasi candi juga dapat ditempuh dalam
waktu 10 menit dari obyek wisata
Bandungan.
Berikut daftar jarak tempuh menuju candi ini.
- Gedong Songo - Ungaran : 25 km
- Gedong Songo - Ambarawa : 15 km
- Gedong Songo - Semarang : 45 km
Namanya 'Songo', tapi jumlahnya
tidak sembilan
Candi ini
diberi nama Gedongsongo oleh penduduk sekitar, dari bahasa Jawa: Gedong
(bangunan) dan Songo (sembilan). Candi ini ditemukan pada tahun 1740
oleh Loten, namun tulisan penelitian tentang candi ini sempat
dipublikasikan oleh Raffles pada tahun 1804 dengan nama Gedong Pitoe.
Barulah pada tahun 1865, Friedrich dan Hoopermans membuat tulisan
Gedongsongo. Walaupun sempat disebut dengan Pitoe (tujuh) dan Songo
(sembilan), saat ini hanya ditemukan 5 buah kompleks bangunan, 4 yang
lainnya entah di mana?
Kompleks
candi ini dibangun berderet dari bawah hingga puncak perbukitan di
lereng Gunung Ungaran. Hal ini menunjukkan karakter Candi Gedongsongo
yang sangat spesifik yaitu sebuah perpaduan antara dua religi yang
bersifat lokal dan global. Gunung adalah tempat persembahan kepada roh
nenek moyang. Kepercayaan ini merupakan tradisi masyarakat lokal pra
Hindu. Sedangkan gunung juga merupakan tempat tinggal dewa-dewa menurut
tradisi Hindu yang pada saat itu sedang berkembang secara global
mempengaruhi hampir separuh dunia. Tradisi lokal yang biasanya
terkurangi perannya oleh tradisi global, ternyata keduanya mampu berdiri
setara di Gedongsongo. Kesetaraan tersebut ditunjukkan dengan pemberian
arti baru pada situs percandian Gedongsongo yaitu sebagai tempat
persembahan roh nenek moyang yang telah menjadi dewa dan ritus itu
dilakukan dalam candi. Kenyataan ini dapat dikatakan bahwa masyarakat
lokal ternyata memiliki ketahanan budaya yang cukup kuat dalam
menghadapi budaya global.
|
Candi Gedong
I. |
|
Yoni di Candi
Gedong I |
Baiklah, kita memulai perjalanan dari candi yang
terletak di paling bawah, yaitu Candi Gedong I. Candi Gedong I dipugar
pada tahun 1928 - 1929 oleh Dinas Purbakala Belanda. Di dalam bilik
candi, masih dapat dijumpai yoni tanpa lingga. Terdapat relung-relung
kosong di dinding luar candi, namun tanpa kehadiran tiga relief: Dewi
Durga, Ganesha, dan Agastya. Dari Candi Gedong I ini, saya berjalan naik
menuju Candi Gedong II.
|
Candi Gedong
II. |
Ada persimpangan di jalur ini, tapi lebih baik Anda
memilih jalur kuda saja. Walaupun mungkin banyak ranjaunya, jalur ini
lebih singkat daripada mengikuti jalur pengunjung. Namun jika Anda ingin
berwisata kuliner atau bermain
flying fox, silakan lewat jalur
pengunjung. Candi Gedong II memiliki dua buah candi, satu buah candi
induk dan yang lainnya adalah reruntuhan candi perwara. Candi Gedong II
dipugar bersamaan dengan Candi Gedong II. Bentuknya kira-kira hampir
sama dengan Candi Gedong I, hanya saja tidak ada yoninya lagi. Selain
itu, relung-relungnya tidak berhiaskan relief seperti pada Candi Gedong I
melainkan arca. Ketiga arcanya juga telah tiada. Selanjutnya, saya
berjalan menuju ke Candi Gedong III yang letaknya tidak jauh dari sini.
|
Candi Gedong
III. |
Berbeda dari dua candi sebelumnya, Candi Gedong III
terdiri dari tiga buah candi: satu buah candi induk, satu candi
pengiring dan satu candi perwara. Kalau melihat sepintas, rasanya mirip
Kompleks
Candi Arjuna Dieng, dengan Candi Arjuna sebagai candi induk dan
Candi Semar sebagai candi pengiring. Pada candi induk di Candi Gedong
III ini masih dapat dijumpai arca Dewi Durga, Ganesha, Agastya pada
dinding luar, serta Mahakala dan Nandiswara di kanan-kiri pintu candi.
Perjalanan dilanjutkan menuju Candi Gedong IV.
|
Dapur
Belerang, sumber panas kolam air hangat. |
|
Patung Hanoman |
Candi Gedong III dan Candi Gedong IV terpisahkan oleh
jurang di mana terdapat kolam pemandian air panas. Sebelum turun, Anda
sebaiknya berjalan lurus melalui sisi pos karena di penghujung jalan
Anda akan menemukan arca Hanoman. Sayang sekali saya tidak ke sana,
kelewatan! Saya baru melihat ada arca ini ketika sudah tiba di Candi
Gedong IV. Saya malah langsung turun dan melihat dapur belerang yang
membuat kolam menjadi panas. Aromanya mirip sama Telaga Warna Dieng,
Anda kentut pun tidak tercium karena kalah dengan aroma pekat belerang
di sini.
|
Candi Gedong
IV. |
Setelah melewati jurang, Anda akan kembali naik ke atas
dan berjumpa dengan Candi Gedong IV. Candi ini terdiri dari 12 bangunan
yang terbagi 3 subkelompok. Subkelompok pertama terdiri dari candi induk
dan 8 candi perwara; subkelompok kedua terdiri dari satu candi perwara;
dan subkelompok ketiga terdiri dari dua candi perwara. Oh iya, Candi
Gedong III, IV dan V dipugar oleh SPSP (sekarang BP3) pada tahun 1977 -
1983). Sedangkan pada tahun 2009, BP3 memugar candi perwara di Gedong IV
ini. Seperti yang tampak pada gambar, Candi Gedong IV memiliki satu
buah candi induk yang masih utuh dengan arca Ganesha di salah satu
relungnya. Di sekelilingnya tampak reruntuhan perwara dari subkelompok
pertama.
|
Candi induk
subkelompok pertama Candi Gedong IV. |
|
Candi perwara
subkelompok pertama di depan candi induk. |
|
Candi perwara
subkelompok kedua Candi Gedong IV. |
|
Kedua candi
perwara subkelompok ketiga Candi Gedong IV. |
|
| |
Yoni di candi
perwara subkelompok ketiga Candi Gedong IV. |
Entah benar atau tidak, pembagian subkelompok di Candi Gedong IV hanya
saya perkirakan.
Moga-moga bener.
|
Candi Gedong
V. |
Tidak jauh dari Candi Gedong IV, berdirilah kompleks
Candi Gedong V. Candi Gedong V terdiri dari dua buah subkelompok yang
berbeda ketinggian. Di tanah yang lebih tinggi yaitu subkelompok
pertama, terdapat sebuah candi induk yang diapit oleh reruntuhan candi
perwara. Kata mas-nya yang bertugas di sini, candi perwara ini akan
segera dibangun pada tahun 2012. Di tanah yang lebih rendah yaitu
subkelompok kedua, terdapat dua buah reruntuhan candi perwara yang
tinggal pondasinya saja.
|
Reruntuhan
perwara subkelompok kedua Candi Gedong V. |
Kalau diamat-amati, mulai dari Gedong I hingga Gedong V, kompleks candi
tampak makin rumit atau makin megah. Dari satu candi, jadi dua candi,
jadi tiga candi, jadi banyak candi. Apakah hal ini terkait dengan ritual
Hindu yang berakulturasi dengan agama lokal? Bisa jadi hal ini
merupakan keunikan tradisi peribadatan umat Hindu di masa lampau. Bisa
jadi ini merupakan simbol, bahwa kehidupan ini dimulai dari bawah dan
terus meningkat hingga ke tingkat-tingkat selanjutnya yang lebih tinggi
dan lebih rumit tentunya.
Hedeh, hujan pun mengguyur kompleks percandian setelah tiba di Gedong V
ini. Untunglah, di dekat situ ada lapangan yang ada rumah-rumahannya.
Saya pun bisa berteduh di sana sambil ngliatin anak-anak pramuka yang
lagi berkemah di lokasi candi. Sebenarnya, kabut sudah mulai turun sejak
saya tiba di Candi Gedong II. Hal ini berarti hawa dingin sudah mulai
menusuk-nusuk permukaan kulit.
Setelah hujan mereda, saya pun melanjutkan perjalanan kembali ke Candi
Gedong I, sebab pintu keluarnya ada di sini. Kemudian saya menemui
mas-mas petugas yang ada di ruang informasi (deket pintu masuk) dan
memperoleh informasi mengenai candi ini sekaligus sebuah situs yang
berlokasi tidak jauh dari Gedongsongo yang dikenal dengan
Candi
Asu. Untuk membedakannya dengan
Candi
Asu Sengi dan
Candi Asu
(Gana), saya memberi embel-embel Bandungan: jadilah
Candi
Asu Bandungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar